Syarat dan Tatacara Pelaksanaan qishash "Qisas" Dalam Hukum Islam

Syarat dan Tatacara Pelaksanaan qishash "Qisas" Dalam Hukum Islam- - -Qisas yang selama ini kita ketahui terkadang masih dianggap sebagai sesuatu yang sangat angker, menakutkan, dan tidak manusiawi, sehingga timbul sikap yang dinamakan “Islam phobia“. Padahal, Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifatkan qisas dalam firman-Nya,

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاْ أُولِيْ الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


“Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Qs. al-Baqarah: 179).

Imam asy-Syaukani menjelaskan ayat ini dengan menyatakan, “Maknanya, kalian memiliki jaminan kelangsungan hidup dalam hukum yang Allah Subhanahu wa Ta’ala syariatkan ini, karena bila seseorang tahu akan dibunuh secara qisas apabila ia membunuh orang lain, tentulah ia tidak akan membunuh dan menahan diri dari mempermudah dan terjerumus padanya.


Syarat Kewajiban Qisas
Secara umum, wali (keluarga) korban berhak menuntut qisas, apabila telah syarat-syarat berikut ini telah terpenuhi:

1. Jinayat (kejahatan)-nya termasuk yang disengaja. Ini merupakan ijma’ para ulama, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Para ulama ber-ijma’ bahwa qisas tidak wajib, kecuali pada pembunuhan yang disengaja, dan kami tidak mengetahui adanya silang pendapat di antara mereka dalam kewajibannya (sebagai hukuman pada) pembunuhan dengan sengaja, apabila terpenuhi syarat-syaratnya.”

2. Korban termasuk orang yang terlindungi darahnya (‘ishmat al-maqtul) dan bukan orang yang dihalalkan darahnya, seperti orang kafir harbi dan pezina yang telah menikah. Hal ini karena qisas disyariatkan untuk menjaga dan melindungi jiwa.

3. Pembunuh atau pelaku kejahatan adalah seseorang yang mukalaf, yaitu berakal dan baligh. Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan, “Tidak ada silang pendapat di antara para ulama bahwa tidak ada qisas terhadap anak kecil dan orang gila. Demikian juga orang yang hilang akal dengan sebab uzur, seperti tidur dan pingsan.”

4. At-takafu’ (kesetaraan) antara korban dan pembunuhnya ketika terjadi tindak kejahatan dalam sisi agama, merdeka, dan budak. Sehingga, seorang muslim tidak di-qisas dengan sebab membunuh orang kafir, dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ

“Tidaklah seorang muslim dibunuh (di-qisas) dengan sebab membunuh orang kafir.”

5. Tidak ada hubungan keturunan (melahirkan), dengan ketentuan korban yang dibunuh adalah anak pembunuh atau cucunya, dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ يُقْتَلُ الوَالِدُ بِوَلَدِهِ

“Orangtua tidak di-qisas dengan sebab (membunuh) anaknya.”

Syekh as-Sa’di rahimahullah ketika menjelaskan syarat diwajibkannya qisas menyatakan, “Pembunuh bukan orangtua korban, karena orangtua tidak dibunuh dengan sebab membunuh anaknya.”

Sedangkan bila anak membunuh orangtuanya, maka si anak tetap terkena keumuman kewajiban qisas.

Syarat Pelaksanaan Qisas
Apabila syarat-syarat kewajiban qisas terpenuhi seluruhnya, maka syarat-syarat pelaksanaannya masih perlu dipenuhi. Syarat-syarat tersebut adalah:

1. Semua wali (keluarga) korban yang berhak menuntut qisas adalah mukalaf. Apabila yang berhak menuntut qisas atau sebagiannya adalah anak kecil atau gila, maka hak penuntutan qisas tidak bisa diwakilkan oleh walinya, sebab pada qisas terdapat tujuan memuaskan (keluarga korban) dan pembalasan. Dengan demikian, pelaksanaan qisas wajib ditangguhkan, dengan memenjarakan pelaku pembunuhan hingga anak kecil tersebut menjadi baligh atau orang gila tersebut sadar.

Hal ini dilakukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang memenjarakan Hudbah bin Khasyram dalam qisas, hingga anak korban menjadi baligh. Hal in dilakukan di zaman para sahabat dan tidak ada yang mengingkarinya, sehingga seakan-akan menjadi ijma’ di masa beliau.

Apabila anak kecil atau orang gila membutuhkan nafkah dari para walinya, maka wali orang gila saja yang boleh memberi pengampunan qisas dengan meminta diyaat, karena orang gila tidak jelas kapan sembuhnya, berbeda dengan anak kecil.

2. Kesepakatan para wali korban terbunuh dan yang terlibat dalam qisas dalam pelaksanaannya. Apabila sebagian mereka -walaupun hanya seorang- memaafkan si pembunuh dari qisas, maka gugurlah qisas tersebut.

3. Aman dalam pelaksanaannya dari melampaui batas kepada selain pelaku pembunuhan, dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَمَن قُتِلَ مَظْلُوماً فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَاناً فَلاَ يُسْرِف فِّي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُوراً


“Dan barangsiapa yang dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (Qs. al-Isra`: 33).

Apabila qisas menyebabkan sikap melampaui batas, maka hal tersebut terlarang, sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas. Dengan demikian, apabila wanita hamil akan di-qisas, maka ia tidaklah di-qisas hingga ia melahirkan anaknya, karena membunuh wanita tersebut dalam keadaan hamil akan menyebabkan kematian janinnya. Padahal janin tersebut belum berdosa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

“Dan seseorang tidak akan memikul dosa orang lain.” (Qs. al-An’am: 164).

Demikianlah yang dapat disampaikan Kumpulan Informasi Pendidikan mengenai Syarat dan Tatacara Pelaksanaan qishash "Qisas" Dalam Hukum Islam, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua dan bisa menambah ilmu pengetahuan buat kita, baca juga Kumpulan Informasi Pendidikan lainya mengenai Hukum dan Pengertian Tentang qishash "Qisas" Dalam Islam

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Dan Perbedaan Segment Dan Offset

Halal atau Haram Suami Memimum Air Susu Istri Dalam Sudut Pandang Islam

Pengertian Dan Adab Dalam Berpakaian Menurut Islam