Inilah Hukum Menghajikan Orang Yang Sudah Meninggal

Inilah Hukum Menghajikan Orang Yang Sudah Meninggal- - -Banyak manusia yang ingin berangkat Haji, namun karena terkendala umur dan fisik atau bahkan sudah meninggal dunia, mengakibatkan dirinya tidak dapat berangkat ketanah suci, Tentu hal itu sangat disesalkan, namun Islam itu adalah agama yang paling mudah dan selalu mempermudah umatnya.
Inilah Hukum Menghajikan Orang Yang Sudah Meninggal
Ada cara untuk dapat membantu orang yang hendak berangkat haji namun tidak kesampaian karena beberapa faktor seperti yang telah dijelaskan diatas. Secara syari’at, hal ini adalah diperbolehkan dengan beberapa dalil yang menunjukkan sebagai berikut :

Dari Abdullah bin ‘Abbas radliyallaahu ’anhuma ia berkata :

كان الفضل رديف رسول الله صلى الله عليه وسلم فجاءت امرأة من خثعم فجعل الفضل ينظر إليها وتنظر إليه وجعل النبي صلى الله عليه وسلم يصرف وجه الفضل إلى الشق الآخر فقالت يا رسول الله إن فريضة الله على عباده في الحج أدركت أبي شيخا كبيرا لا يثبت على الراحلة أفأحج عنه قال نعم وذلك في حجة الوداع

Adalah Al-Fadhl bin ‘Abbas dibonceng Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian datanglah seorang wanita dari Khats’am yang membuat Al-Fadhl melihat wanita tersebut. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam memalingkan wajah Al-Fadhl ke arah lain. Kemudian wanita tersebut bertanya : “Ya Rasulullah, sesungguhnya kewajiban dari Allah terhadap para hamba-Nya tentang haji mengenai ayahku yang sudah dalam keadaan sangat tua. Ia tidak dapat tegak (mapan) berada di atas punggung binatang tunggangannya. Apakah saya boleh menghajikan untuknya?”. Nabi menjawab : “Ya”. Hal itu terjadi pada haji wada’

(HR. Al-Bukhari no. 1513, Muslim no. 1334, dan Abu Dawud no. 1809)

وفي الحديث دليل على أنه يجزي الحج عن المكلف إذا كان ميئوسا منه القدرة على الحج بنفسه مثل الشيخوخة فإنه ميئوس زوالها , وأما إذا كان عدم القدرة لأجل مرض أو جنون يرجى برؤهما فلا يصح . وظاهر الحديث مع الزيادة أنه لا بد في صحة التحجيج عنه من الأمرين عدم ثباته على الراحلة والخشية عن الضرر عليه من شده , فمن لا يضره الشد كالذي يقدر على المحفة لا يجزئه حج الغير عنه

Dalam hadits ini terdapat dalil tentang bolehnya menghajikan orang lain yang mukallaf, selama orang itu tidak mempunyai harapan lagi untuk memiliki kemampuan melaksanakan ibada haji sendiri. Misalnya, karena lanjut usia. Sesungguhnya orang seperti ini sudah tidak mungkin lagi mempunyai harapan. Namun bila ketidakmampuannya disebabkan oleh sakit, atau penyakit gila yang masih bisa diharapkan kesembuhannya, maka tidak sah (jika dihajikan). Menurut dhahirnya, hadits beserta tambahannya, menunjukkan bahwa agar menghajikan orang lain bisa menjadi sah, harus memenuhi dua syarat, yaitu : Orang yang dihajikan tidak lagi mampu tegak berada di atas kendaraannya, dan jika diikat dikhawatirkan akan berbahaya baginya. Dengan demikian, barangsiapa yang jika diikat tidak berbahaya, seperti orang yang mampu ditandu, maka tidak sah jika dihajikan oleh orang lain”

(Aunul-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud 5/248)

أنه أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله إن أبي شيخ كبير لا يستطيع الحج ولا العمرة ولا الظعن قال حج عن أبيك واعتمر

Sesungguhnya ia datang kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya :

Ya Rasulullah, sesungguhnya bapak saya seorang yang sudah tua. Tidak bisa berhaji, ber-umrah, dan tidak bisa pula ditandu”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata : ”Hajikanlah untuk bapakmu dan umrahkanlah”

(HR. Ibnu Majah no. 2906 dan Abu Dawud no. 1810; dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah 3/11 no. 2366)

Kebolehan menghajikan orang lain ini lebih ditekankan lagi bagi kerabat atau ahli waris orang yang telah bernadzar haji namun keburu meninggal sebelum menunaikan nadzar hajinya. Hal ini didasarkan riwayat berikut :

عن بن عباس رضى الله تعالى عنهما قال أتى رجل النبي صلى الله عليه وسلم فقال له إن أختي نذرت أن تحج وإنها ماتت فقال النبي صلى الله عليه وسلم لو كان عليها دين أكنت قاضيه قال نعم قال فاقض الله فهو أحق بالقضاء

Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu berkata kepada beliau : “Sesungguhnya saudara perempuanku bernadzar untuk berhajji, tetapi ia meninggal dunia”. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata : “Andaikata ia mempunyai hutang, bukankah engkau akan membayarnya?”. Ia menjawab : “Ya”. Beliau kemudian berkata : ”Maka bayarlah hutang haji itu kepada Allah, sebab Allah lebih berhak untuk dibayar”

(HR. Al-Bukhari no. 6699)

Diperbolehkannya menghajikan orang lain dengan syarat orang yang akan menghajikan tersebut telah menunaikan/melaksanakan haji terlebih dahulu. Dalilnya adalah hadits :

عن بن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم سمع رجلا يقول لبيك عن شبرمة قال من شبرمة قال أخ لي أو قريب لي قال حججت عن نفسك قال لا قال حج عن نفسك ثم حج عن شبرمة

Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar (ketika berhaji) seorang laki-laki mengucapkan talbiyyah haji : ‘Labbaika (kupenuhi panggilan-Mu ya Allah) atas nama hajinya Syubrumah’. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bertanya : “Siapa Syubrumah?”. Ia menjawab : “Saudara saya (atau kerabat saya)”. Nabi bertanya : ”Apakah engkau telah berhaji untuk dirimu sendiri?”. Ia menjawab : “Belum”. Maka beliau bersabda : Berhajilah untuk dirmu sendiri, kemudian (kelak) kamu berhaji untuk Syubrumah”

(HR. Abu Dawud no. 1811, Ibnu Majah no. 2903 dan Ibnu Hibban 962; dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 1/509 dan Shahih Sunan Ibni Majah 3/10 no. 2364)

Jika ada yang kurang atau ada yang salah mohon untuk dibenarkan, karena sebagai manusia tentu tidak akan lepas dari keselahan, Demikianlah yang dapat Informasi Pendidikan sampaikan mengenai Inilah Hukum Menghajikan Orang Yang Sudah Meninggal, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Dan Perbedaan Segment Dan Offset

Halal atau Haram Suami Memimum Air Susu Istri Dalam Sudut Pandang Islam

Hubungi Kami Untuk Berkonsultasi Atau Memberikan Saran Mengenai Pendidikan